Generasi Z (Gen Z) sering kali menjadi sorotan di dunia kerja karena stigma bahwa mereka adalah generasi paling malas. Hal ini didukung oleh hasil survei yang menemukan bahwa enam dari 10 perusahaan telah memecat Gen Z. Seiring dengan hal tersebut, banyak Gen Z mengalami pengangguran karena perusahaan mulai enggan untuk mempekerjakan mereka. Bahkan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sekitar 9,9 juta penduduk muda di Indonesia menganggur.
Psikolog dan dosen Universitas Paramadina, Tia Rahmania, mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan hampir 10 juta Gen Z di Indonesia menganggur, salah satunya adalah ketidakcocokan antara keahlian dan kebutuhan pasar kerja. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, hal ini merupakan masalah yang serius.
Gebsy (bukan nama sebenarnya), seorang Gen Z berusia 25 tahun, adalah salah satu korban pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dianggap tidak cocok dengan kebutuhan perusahaan. Meskipun dia telah melakukan yang terbaik dalam menjalankan tugasnya, Gebsy merasa bahwa atasan generasi sebelumnya tidak memiliki kesamaan visi dengannya. Gebsy merasa diremehkan dan tidak dihargai dalam pekerjaannya sebagai desainer grafis.
Ketidakcocokan dengan atasan membuat Gebsy kehilangan motivasi dan performa kerjanya menurun. Dia bahkan sering absen bekerja dan akhirnya dipecat setelah hanya bekerja selama tiga bulan. Gebsy merasa bahwa atasan yang lebih tua tidak memahami nilai-nilai penting bagi Gen Z dalam pekerjaan.