Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,18% pada bulan Juli 2024. Ini merupakan kali ketiga deflasi terjadi dalam tahun ini. Meskipun terdengar seperti kabar baik karena harga-harga menjadi lebih murah, deflasi sebenarnya bisa membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, kita harus waspada terhadap perkembangan deflasi yang terjadi belakangan ini. Deflasi bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, tetapi bisa menjadi tanda bahwa manajemen ekonomi tidak berjalan dengan baik. Saat harga-harga turun, masyarakat mungkin merasa senang karena belanja jadi lebih murah. Namun sebenarnya, ini bisa menjadi pertanda bahwa ekonomi sedang mengalami kesulitan.
Menurut BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 106,28 pada bulan Juni menjadi 106,09 pada bulan Juli. Menurut Didik, deflasi bisa menjadi tanda bahwa konsumen tidak mampu untuk berbelanja dengan normal atau bahkan menunda konsumsi mereka. Ketika harga-harga turun, masyarakat mungkin akan berhemat dan tidak menghabiskan uang mereka seperti biasa.
Deflasi sebenarnya bisa menjadi masalah, terutama jika ini disebabkan oleh tingginya tingkat pengangguran. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), dan hal ini membuat konsumsi masyarakat menurun. Meskipun pemerintah memberikan bantuan sosial, namun hal ini tidak cukup untuk memperbaiki situasi ekonomi yang sedang sulit.