Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laba bersih bank umum telah mencapai Rp126,52 triliun pada semester I/2024, dengan pertumbuhan sebesar 5,46% dari tahun sebelumnya. Namun, terjadi penurunan laba pada kelompok bank pembangunan daerah (BPD). Menurut Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Juni 2024, BPD mencatat laba sebesar Rp6,82 triliun, mengalami penurunan 5,41% dari tahun sebelumnya. Hal ini membuat BPD berada di posisi belakang dibandingkan dengan bank lain seperti bank asing, bank swasta, dan bank BUMN dalam perolehan laba bersih pada paruh pertama tahun 2024.
Moch Amin Nurdin, Senior Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan laba bank daerah tersebut. Salah satunya adalah masalah modal yang masih menjadi tantangan bagi bank daerah, terutama yang berada di Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 1 dan 2. Menurutnya, untuk mengatasi hal ini, pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) bisa menjadi solusi. Dengan bergabung ke dalam bank lain yang memiliki modal lebih besar, BPD cilik dapat menerima penyertaan modal untuk ekspansi.
Amin juga menyoroti risiko kinerja yang dihadapi oleh BPD, termasuk rasio kredit macet yang tinggi. Dia menekankan pentingnya untuk memperbaiki penyaluran kredit agar pertumbuhan kredit tidak stagnan. Selain itu, inovasi seperti digitalisasi layanan dan pengembangan kredit produktif juga dapat membantu bank daerah dalam meningkatkan laba di luar sektor utama.
Masalah tata kelola juga menjadi perhatian Amin, dimana beberapa BPD masih perlu meningkatkan pengurus atau manajemen mereka. Dengan memperbaiki tata kelola, bank daerah dapat lebih mudah menjalankan strategi bisnis dan memenuhi harapan regulator serta pemegang saham.