Pemerintah sedang menggodok Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur program pensiun tambahan yang wajib. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Syarif Yunus, menyatakan bahwa UU P2SK bertujuan untuk mengharmonisasi semua program pensiun di Indonesia, baik program pensiun wajib seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan, maupun program pensiun sukarela yang ada di Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan DPLK.
Harmonisasi ini dianggap penting oleh pemerintah karena tingkat pengembalian pensiun di Indonesia masih rendah, yaitu kurang dari 10% dari penghasilan terakhir. Sementara itu, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) merekomendasikan tingkat pengembalian pensiun sebesar 40% untuk memastikan kehidupan layak bagi para pensiunan. Untuk mencapai angka tersebut, diperlukan kontribusi iuran per bulan sebesar 15%, sementara saat ini iuran JHT dan JP hanya sebesar 8,7%.
Syarif mengusulkan peningkatan iuran sebesar 0,3% per tahun untuk mencapai tingkat iuran 15%. Ia menilai bahwa komponen ideal untuk ditingkatkan adalah iuran program JP. Dengan demikian, iuran 15% tersebut akan terdiri dari iuran JHT sebesar 6% dan iuran JP sebesar 9%. Untuk mencapai tingkat iuran JP sebesar 9%, diperkirakan diperlukan waktu 7 tahun dengan kenaikan bertahap.
Selain itu, pemerintah juga melibatkan dana pensiun di luar BPJS untuk menjaga keberlangsungan industri dana pensiun. Dalam pembahasan program pensiun wajib, sedang dipertimbangkan adanya batas upah pekerja. Misalnya, jika batasan upah ditetapkan Rp10 juta per bulan, maka pekerja dengan upah di bawah Rp10 juta akan iurannya masuk dan dikelola oleh BPJS, sementara pekerja dengan upah di atas Rp10 juta akan iurannya masuk dan dikelola oleh DPLK dan DPPK.