Di tengah ketidakpastian ekonomi, muncul istilah Doom Spending yang menjadi perhatian. Istilah ini berkaitan dengan prediksi bahwa generasi Z akan mengalami kesulitan ekonomi lebih besar daripada generasi sebelumnya. Fenomena Doom Spending merujuk pada kebiasaan berbelanja tanpa kendali yang dilakukan sebagai pelarian dari stres atau kekhawatiran akan masa depan.
Menurut Psychology Today, Doom Spending terjadi ketika seseorang berbelanja tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjangnya. Hal ini semakin diperparah dengan kemudahan akses informasi melalui smartphone tentang berbagai hal, mulai dari ekonomi hingga isu lingkungan. Fitur Buy Now Pay Later (BNPL) juga turut mendorong perilaku berbelanja impulsif.
Survei Intuit Credit Karma menyoroti bahwa mayoritas masyarakat Amerika Serikat khawatir tentang kondisi ekonomi, dan sebagian besar dari mereka menghabiskan uang untuk mengatasi stres. Meskipun belum ada kajian khusus mengenai fenomena Doom Spending di Indonesia, namun gejala perilakunya bisa saja terjadi di tanah air mengingat bonus demografi yang dimiliki Indonesia, yaitu mayoritas penduduk usia produktif seperti generasi Z dan milenial.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyatakan bahwa kurangnya literasi keuangan juga turut mendorong perilaku Doom Spending. Tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.